Bali juga disebut Pulau Dewata karena alamnya yang indah dan banyak pura tempat persemayaman para dewa.
Sebagian besar penduduk Bali memeluk agama Hindu. Agama Hindu mengenal banyak Dewa sebagai manifestasi Tuhan Yang Mahaesa (sang Hyang Widhi Wasa) di dalam melaksanakan kekuasaan yang tak terbatas atas alam semesta.
Anjungan Bali tampil dalam bentuk lingkungan perumahan tradisional Bali di atas tanah seluas 8.000 m2, ditata berdasar pola arsitektur tradisional yang bersumber pada Lontar Astha Kosala-Kosali yang di dalamnya mengandung falsafah tri hita karana. Bangunan model puri, dibatasi tembok keliling (penyengker). Pintu gerbang berupa candi bentar diapit patung Hanoman dan Hanggada dari epos Ramayana sebagai penolak bala. Di depan candi bentar terdapat bale benggong yang berfungsi sebagi tempat istirahat dan bersantai sambil melihat suasana sekitar, karena itu letaknya lebih tinggi dan berbentuk panggung. Kemudian ada bangunan sanggah penunggu karang tempat persembahan sesaji kepada Banaspati agar wilayah jaba tengah terlindung dari marabahaya. Di sisi timur terdapat bale wantilan/pengambuhan sebagai tempat kegiatan masyarakat, seperti rapat bulanan, pertemuan muda-mudi, latihan menggamel dan menari sekaligus sebagai tempat pentas. Di sisi barat terdapat bale paruman sebagai tempat musyawarah keluarga dan untuk mempersiapkan sesaji menjelang upacara keagamaan. Bale paruman di Anjungan Bali difungsikan sebagai tempat penjulan benda-benda kerajinan khas Bali.
Sebagai pemisah ruang jaba dengan ruang dalam berdiri kori agung, yaitu sebuah pintu untuk para tamu agung. Di sisi kanan-kiri kori agung terdapat patung Laksmana dan Rama sebagai lambang keramahtamahan dan kebijaksanaan. Pada bagian atas pintu terdapat patung Kala Boma dengan wujud menyeramkan sebagai lambang kesuburan. Di balik kori agung terdapat bale aling-aling; dulu berfungsi sebagai tempat membaca Weda tetapi sekarang menjadi tempat belajar.
Di sebelah kiri bale aling-aling berdiri bale rangki untuk menyimpan perlengkapan upacara. Di sebelah kanan berdiri bale gede sebagai tempat pelaksanaan upacara manusa yadnya, yaitu upacara yang berkait dengan daur hidup manusia. Di sisi selatan berdiri bale gedong, tempat tidur anak gadis yang belum menikah dan untuk menyimpan benda pusaka, seperti keris dan tombak, serta barang berharga lainnya. Di sebelahnya ada bale dauh atau bale singgasari sebagai tempat jejaka atau anak laki-laki yang belum menikah.
Bangunan lain adalah bale loji, digunakan sebagai tempat istirahat setelah bekerja dan menjadi tempat menginap tamu ketika berlangsung upacara keagamaan. Bale jineng memiliki tiga bagian: bagian atas digunakan untuk menyimpan padi, bagian tengah untuk istirahat para petani, dan bagian bawah untuk menyimpan peralatan pertanian. Tempat memasak disebut bale poan/pratenan. Pada bagian ini terdapat sanggah pengijeng, yaitu tempat persembahan sesaji kepada Dewa Gede Pengadangan yang dilakukan setiap hari sebelum memulai kegiatan sehari-hari. Di sisinya terdapat patung Moangse, raksasa berkepala singa, dan patung Guakse, raksasa berkepala gagak.
Setiap bangunan puri selalu dilengkapi merajan atau sanggah yang tidak setiap orang boleh masuk. Merajan dikelilingi penyengker. Pintu masuk berupa kori gelung, yang di depannya berdiri patung Duara Kala, terdiri dari Kalan Taka dan Bojan Taka. Di belakang kori gelung terdapat tembok aling-aling sebagai penolak bala agar orang yang masuk ke ruang itu berpikiran suci. Di ruang merajan tedapat bangunan balai piasan, padma sari, rong telu atau sanggah kamulan, sanggah nerurah agung, dan sanggah pangaruman.
Sebagian besar penduduk Bali memeluk agama Hindu. Agama Hindu mengenal banyak Dewa sebagai manifestasi Tuhan Yang Mahaesa (sang Hyang Widhi Wasa) di dalam melaksanakan kekuasaan yang tak terbatas atas alam semesta.
Anjungan Bali tampil dalam bentuk lingkungan perumahan tradisional Bali di atas tanah seluas 8.000 m2, ditata berdasar pola arsitektur tradisional yang bersumber pada Lontar Astha Kosala-Kosali yang di dalamnya mengandung falsafah tri hita karana. Bangunan model puri, dibatasi tembok keliling (penyengker). Pintu gerbang berupa candi bentar diapit patung Hanoman dan Hanggada dari epos Ramayana sebagai penolak bala. Di depan candi bentar terdapat bale benggong yang berfungsi sebagi tempat istirahat dan bersantai sambil melihat suasana sekitar, karena itu letaknya lebih tinggi dan berbentuk panggung. Kemudian ada bangunan sanggah penunggu karang tempat persembahan sesaji kepada Banaspati agar wilayah jaba tengah terlindung dari marabahaya. Di sisi timur terdapat bale wantilan/pengambuhan sebagai tempat kegiatan masyarakat, seperti rapat bulanan, pertemuan muda-mudi, latihan menggamel dan menari sekaligus sebagai tempat pentas. Di sisi barat terdapat bale paruman sebagai tempat musyawarah keluarga dan untuk mempersiapkan sesaji menjelang upacara keagamaan. Bale paruman di Anjungan Bali difungsikan sebagai tempat penjulan benda-benda kerajinan khas Bali.
Sebagai pemisah ruang jaba dengan ruang dalam berdiri kori agung, yaitu sebuah pintu untuk para tamu agung. Di sisi kanan-kiri kori agung terdapat patung Laksmana dan Rama sebagai lambang keramahtamahan dan kebijaksanaan. Pada bagian atas pintu terdapat patung Kala Boma dengan wujud menyeramkan sebagai lambang kesuburan. Di balik kori agung terdapat bale aling-aling; dulu berfungsi sebagai tempat membaca Weda tetapi sekarang menjadi tempat belajar.
Di sebelah kiri bale aling-aling berdiri bale rangki untuk menyimpan perlengkapan upacara. Di sebelah kanan berdiri bale gede sebagai tempat pelaksanaan upacara manusa yadnya, yaitu upacara yang berkait dengan daur hidup manusia. Di sisi selatan berdiri bale gedong, tempat tidur anak gadis yang belum menikah dan untuk menyimpan benda pusaka, seperti keris dan tombak, serta barang berharga lainnya. Di sebelahnya ada bale dauh atau bale singgasari sebagai tempat jejaka atau anak laki-laki yang belum menikah.
Bangunan lain adalah bale loji, digunakan sebagai tempat istirahat setelah bekerja dan menjadi tempat menginap tamu ketika berlangsung upacara keagamaan. Bale jineng memiliki tiga bagian: bagian atas digunakan untuk menyimpan padi, bagian tengah untuk istirahat para petani, dan bagian bawah untuk menyimpan peralatan pertanian. Tempat memasak disebut bale poan/pratenan. Pada bagian ini terdapat sanggah pengijeng, yaitu tempat persembahan sesaji kepada Dewa Gede Pengadangan yang dilakukan setiap hari sebelum memulai kegiatan sehari-hari. Di sisinya terdapat patung Moangse, raksasa berkepala singa, dan patung Guakse, raksasa berkepala gagak.
Setiap bangunan puri selalu dilengkapi merajan atau sanggah yang tidak setiap orang boleh masuk. Merajan dikelilingi penyengker. Pintu masuk berupa kori gelung, yang di depannya berdiri patung Duara Kala, terdiri dari Kalan Taka dan Bojan Taka. Di belakang kori gelung terdapat tembok aling-aling sebagai penolak bala agar orang yang masuk ke ruang itu berpikiran suci. Di ruang merajan tedapat bangunan balai piasan, padma sari, rong telu atau sanggah kamulan, sanggah nerurah agung, dan sanggah pangaruman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar